Friday, June 1, 2012

Catatan Kucing Kampung #1


Kucing adalah binatang alias hewan yang malas, tapi juga yang paling disayang. Ya kadang juga dibenci sih sama orang. Apalagi kucing kampung Indonesia yang bulunya pendek dan rontokan, badannya kurus cuma tulang berbalut kulit dan bulu, ada bekas luka di mana-mana gara-gara pertengkaran sesama kucing, dan paling gesit nyolong ikan gorengan Emak di dapur. Gue akan ngomongin kucing kampung aja sekarang.
Meskipun namanya kucing kampung, seperti kebanyakan orang menyebutnya, kucing ini banyak terdapat di kota besar dan bukan kucing urban. Maksudnya, kucing ini lahir dan besar di kota. Tapi gak tau kenapa, nama “kampung” itu masih terus melekat pada semua kucing yang asli kota. Termasuk gue, yang juga kucing ‘kampung’ yang asli Jakarta.
Nama gue Cong-cong, salah seekor kucing ‘kampung’ yang beruntung karena ada yang mau miara (baca: memelihara) gue yang emang imut dan keren ini. Tapi sekarang, gue mau cerita tentang sodara-sodara gue yang ada di luar sana, kelaparan, kedinginan, gak tau gimana caranya biar dipelihara sama orang.
Kebanyakan kucing kampung ini liar, hidup di jalanan yang keras karena dibeton dan diaspal. Mereka bertahan hidup dengan berbagai cara, ada yang bener, ada juga yang enggak. Cara mereka cari makan: Ngorek tempat sampah; Duduk, tidur, atau diam di depan pintu belakang sebuah rumah makan untuk nugguin makanan sisa; Masuk ke rumah dan diem-diem ngambil ikan atau ayam atau gorengan lainnya yang disukai kucing.
Ada juga yang pasang tampang melas di depan rumah orang yang biasanya punya anak kecil sambil ngeong-ngeong minta dikasih makan. Dan yang terakhir ini yang bikin repot manusia. Kadang, keesokan harinya, mereka dateng lagi untuk minta makan lagi. Lama-lama mereka berani masuk pager dan tidur di teras rumah. Dan akhirnya, dia dipelihara oleh keluarga itu. Trik ini memang jitu dan temen-temen gue yang udah melakukan cara ini jadi hidup sejahtera.
Kalo masalah tempat tinggal, sodara gue yang liar ini gak terlalu mempermasalahkannya. Mereka bisa tidur hampir di mana aja. Misalnya, di atas genteng atau di pinggir jalanan bareng gepeng (baca: gelandangan dan pengemis). Dan biasanya, saat malam, mereka masuk ke teras rumah yang ada kursinya. Mereka tidur deh di atas kursi empuk itu. Dan pas Subuh, sebelum orang bangun, dia pergi duluan dan meninggalkan jejak berupa rontokan bulu yang nempel di kursi. Pas paginya, manusia pemilik rumah yang kesel cuma bisa bilang ‘Dasar kucing.’ Untungnya sih, majikan gue ngasih gue makanan yang aman, jadi bulu gue gak rontok dan dibolehin tidur di mana aja.
Well, kehidupan kucing liar di luar sana tuh mirip-mirip kehidupan preman-preman jalanan. Lo, manusia, gak tau kan kalo kita, para kucing, juga punya geng dan daerah kekuasaan masing-masing. Bahkan gue, yang adalah kucing peliharaan, juga merupakan ketua geng di RT gue. Kalo lo suka denger kucing berantem, berarti mereka itu lagi ada slek (baca: pertengkaran) sesama anggota geng atau geng lain, atau ada yang nantangin pengen jadi penguasa baru, atau ada anggota baru yang pengen gabung. Kayak waktu gue baru pindah rumah, gue harus ngadep dulu sama yang punya daerah, panggilannya si Boss, kucing liar yang kurus. Dan setelah beberapa hari gue kenal semua kucing di RT gue yang juga kurus-kurus, gue tantang si Boss. Gue gak takut kalah, soalnya di daerah gue yang lama, gue juga adalah penguasa daerah. Jadi, kalo masalah cakar-cakar dan gigit-gigit, gue udah pengalaman. Dan kucing di daerah baru gue itu kurus semua. Diliat dari badan aja, gue yang gemuk nan kekar ini pasti menang. Ya, jadilah gue sekarang Boss yang baru.
Enaknya jadi kucing kampung peliharaan itu kita masih dibolehin keluar rumah untuk nongkrong dan gangguin kucing betina dari atas genteng. Lo bayangin aja, gak ada kan kucing ras dari luar negri yang keliaran di tempat sampah atau ngeong-ngeong di atas genteng malem-malem!? Hidup mereka tuh terkurung di dalem rumah, bahkan ada yang dikandangin juga. Pasntes aja mereka semua gembul, males, dan gak jago berantem.
Tapi ya, kalo kucing ras itu jadi gembel di jalanan (-kayakanya ini gak mungkin-), pasti ada aja orang yang mungut. Meskipun bulunya udah gak karuan kayak ijuk, ada aja yang mau ngurusin. Nih ya, kalo sodara gue, kucing kampung, dilirik aja kagak. Dijauhin malah iya. Udah takdirlah mereka itu jadi kucing kampung yang kurang beruntung.
Gue salut sama mereka semua! Semua kucing liar yang bisa bertahan hidup di atas kerasnya aspal dan genteng rumah, dibawah dinginnya ujan atau teriknya matahari, dan belas kasihan manusia! Gue agak jealous aja sama manusia-manusia pecinta hewan itu. Mereka pergi jauh-jauh ke pelosok hutan untuk meneliti buyut gue, harimau, yang udah mau punah. Dan kampanye ke mana-mana tentang perlindungan hewan. Tapi bangsa gue, sebagai cicit dari cicitnya mbah buyut gue, si harimau, gak di peratiin.
Semoga, manusia yang baca catatan gue ini bisa tergerak hatinya untuk seenggaknya ngasih sisa tulangnya ke kucing.
Salam semangat dari kucing ganteng, imut, dan keren buat semua manusia dan kucing liar di seluruh dunia.
Meong :3
Cong-cong.

*ini cuma cerita belaka. iseng-iseng.... mudah2an gak aneh...

No comments:

Post a Comment